Hm.. Hari itu pertama kalinya aku pergi ke Puncak Suroloyo sama “seseorang”. Bayangin aja, kita yang sebelumnya belum pernah ngobrol, belum pernah pergi bareng, tiba-tiba mutusin buat main berdua ke tempat yang bisa dibilang romantis. Romantis? Iya, soalnya tempatnya dingin, berkabut, dan ada di puncak (namanya juga Puncak Suroloyo). Sebenernya sebelumnya kita udah punya rencana buat main sih, tapi nggak pernah jadi. Ada aja alesannya hehe. Dan akhirnya, pada suatu hari kita janjian via BBM (BlackBerry Messanger loh yaa, bukan Bahan Bakar Minyak) buat main ke suatu tempat yang menurut kita bagus. Dan.. Jengjeeeng.. Puncak Suroloyo lah yang akhirnya jadi destinasi kita waktu itu.
Kita janji ketemu di toko deket sekolah, anak-anak biasa
menyebutnya dengan ToGem alias Toko Gembira, jam 10 pagi. Karena kita adalah
anak Indonesia dan Indonesia terkenal dengan “jam karetnya”, tiba lah aku di
tempat itu sekitar jam 10.30 dan dia sekitar jam 11.00. Waktu itu aku dianter
sama si mbak (maklum, belum bisa naik motor sendiri). Aku nunggu sekitar
setengah jam-an didepan toko dan masih ditemenin sama mbak kesayangan. Mbak aku
ini ngeyel banget nggak mau pulang, kepo, pengen tau orang yang ngajakin
adeknya jalan. Yaudah deh, kalau si mbak masih mau nunggu, aku bisa apa:’
Jam 11.00 (mungkin kurang dikit) dia dateng dengan motor
matic varionya. Dia pakai celana abu-abu, kaos polo abu-abu, sepatu abu-abu,
jaket biru dongker (kalau nggak salah warna), dan tas kecil abu-abu juga.
Abu-abu semua ya? Hm.. Mungkin dia lagi menyesuaikan sama suasana hatinya yang
lagi kelabu *eh.
Oke, dia dateng, kemudian parkir di depan toko. Dia salaman
sama mbak, dan mampir buat beli minum. Dan akhirnya hal yang aku tunggu-tunggu
tiba. Pulang juga ini si mbak yang sedari tadi penasaran sama dia. Mbak udah
pulang, dia pun udah beli minum, waktunya cus.
Kalau kalian tau perasaanku waktu itu, kalian pasti tau
perasaanku waktu itu #halah. Rasanya tuh, ya ampun susah banget mau ngungkapin
perasaanku waktu itu.. Ini pertama kalinya kita pergi berdua, pertama kalinya
ngobrol, dan kita pergi dari siang sampai sore. OMG Hellooo… *ala sisi GGS*.
Di perjalanan kita ngobrol lumayan banyak (ya kali perjalanan
sejam cuma mau diem aja), dan dia yang paling sering mulai percakapannya. Aku
mah apa atuh, banyak diemnya, banyak malunya, pokoknya aku mah apa atuh. Parahnya,
ternyata dia belum tau tempatnya #Aduhgilelundro. Dia cuma dikasih petunjuk
jalan sama temennya lewat pesan singkat. Tanpa GPS, modal mulut kita tanya ke
orang-orang sekitar, tapi alhamdulillah nggak nyasar.
Tau nggak sih coy jalan menuju puncaknya itu kayak gimana?
Nanjak, nikung, semacam jalan kalau mau ke Gunung Kidul tapi ini lebih ekstrim
dan sepi. Ditengah perjalanan ada air terjun, kecil, kurang tau namanya apa,
lokasinya persis di tebing pinggir jalan yang kita lewati. Lumayan bagus sih.
Kalo kata dia “kayak Grand Canyon” gitu.
Kurang lebih satu jam telah kita lewati bersama, berdua, di
motor yang sama #halah. Akhirnya, sampailah kita di Puncak Suroloyo (belum
sampai puncak sih, masih harus naik tangga yang nanjaaak dan banyaaak). Oke,
kita parkir, turun dari motor, copot helm, dan kita mulai mendaki gunung
melewati lembah *ini bohong. Nggak ada lembah, adanya curug dan itu jauh*. Satu
persatu anak tangga kita naiki, dan itu pegel coy. Baru beberapa anak tangga
kita udah ngos-ngosan —
istirahat — lanjut
naik lagi —
ngos-ngosan lagi —
istirahat lagi —
begitu lah sampai anak tangga terakhir.
Dan akhirnya, sampai juga kita di Puncak Suroloyo (kali ini
kita bener-bener di puncaknya). Hawanya waktu kita pertama kali menginjakkan
kaki disana itu agak panas, kabutnya tipis, pemandangan kota juga nggak terlalu
kelihatan. Karena kita sama-sama capek, langsung deh kita nyari tempat yang
“selo” buat duduk. Dia duduk disampingku (ya iyalah, masa mau dipangkuanku).
Kita duduk berdua sambil lihat-lihat pemandangan yang nggak begitu kelihatan.
Oke, setelah beberapa menit duduk di bawah tower, kita memutuskan
pindah lokasi duduk. Karena waktu itu panas, kita mutusin buat berteduh di
tempat yang memang sudah disediakan untuk berteduh (nggak tau namanya apa).
Lumayan sejuk, paling nggak kita udah nggak ngerasa kepanasan karena sinar
matahari. Disitu kita ngobrol-ngobrol dengan topik random, tapi nggak jarang
juga kita cuma diem. Begini nih pemandangannya waktu itu
Kalau ini, pemandangan yang paling dibenci para Jones. IYKWIM.
Saking menikmatinya, kita nggak sadar kalau ternyata cuaca
udah mendung. Angin jadi lebih kencang, lebih dingin, kabutnya pun jadi lebih
tebal. Dan tiba-tiba turunlah hujan.
Bingung mau kemana, mau gimana, karena neduh disitu pun
percuma, tetep kena airnya. Akhirnya karena dia juga kebelet pengen buang air,
kita turun deh. Dengan berpayung jaket yang dipakainya tadi, kita turun
menuruni satu persatu anak tangga. So sweet nggak sih satu jaket buat payung
berdua? Saking udah kebeletnya, aku sampai ditinggal tuh. Dia lari duluan ke
toilet dan aku masih jalan turun pelan-pelan karena takut kepleset.
Nah, setelah dia selesai dengan urusan kamar mandinya, kita
kembali ke atas (tapi bukan puncak) buat neduh *lagi. Kali ini kita berteduh di
suatu tempat yang mungkin bekas rumah, karena cuma ada atap dan pondasi. Hm dan
lagi-lagi aku menemukan pemandangan yang dibenci para jones (termasuk aku).
Nggak lama kita duduk disana. Nunggu hujan, memandangi pohon
teh, dan ……. memandangi sepasang kekasih yang bermesraan disamping kita (yang
ada di foto tadi).
Akhirnya hujan reda. Kita langsung turun, lalu menuju ke
parkiran dimana motor dia berada. Sebelum ngambil motor, kita sempet foto-foto
di patung tokoh wayang (semar, gareng, petruk, sama bagong). Eh ditangga kita
juga sempet foto-foto sih. Lupa.
Setelah menyudahi kenarsisan kita, tiba-tiba hujan turun
lagi, dibawah payung hitam ku berlindung *oke ini lirik lagu*. Karena deres,
untuk yang ketiga kalinya kita berteduh di sebuah warung. Kebetulan dia juga
laper. Dia pingin pesen popmie, tapi karena aku nggak mau ketika ditawarin
yaudah deh dia membatalakan rencananya. Hehe. Di warung itu kita cuma pesen
minum, dia pesen kopi ku pesan susu *dinyanyikan dengan nada lagu singkong dan
keju*. Kalau dia sih sambil nyomot satu gorengan.
Oke, karena hujan tidak kunjung reda dan waktu juga sudah
semakin sore, kita akhirnya nekat menerjang hujan dengan segenap sisa-sisa
kekuatan yang masih kita miliki #halah. Waktu itu dimotornya cuma ada satu jas
hujan. It’s oke, dia pakai jas hujan dan dia nyuruh aku pakai jaketnya. Daripada
nanti kedinginan dijalan, yaudah aku pakai aja. Lumayan sih, buat anget-anget
karena jaketnya emang tebel. Hehe. Nah, setelah kita siap, meluncurlah kita.
Sepanjang jalan kita cuma ditemani suara rintik hujan,
gerimis romantis. Sempet takut sih, karena itu jalan pegunungan, dan sempit, dan
sepi, dan licin, dan berliku-liku, dan menikung, dan aku tak tahu lagi dan apa yang
selanjutnya. Aku suruh dia pelan-pelan saja, seperti salah satu judul lagu dari
band Kotek *eh Kotak maksudnya. Karena belum sempet sholat, dan waktunya juga
udah mau habis, kita mutusin buat nyari masjid. Nemu deh, satu masjid walaupun
sepi. *Ngeeeeng* dia parkirin motornya. Kita turun lalu masuklah ke masjid
berdua, karena memang waktu itu hanya ada diriku dan dirinya seorang #halah.
Jujur ya, aku seneng waktu kita sholat jamaah. Rasanya tuh seperti aku udah
menemukan imam untuk kehidupanku *emot mata berbinar*.
Selesai sholat, kita lanjutin perjalanan. Fyuhh pegel coy.
Perjalannya jauh, naik turun, kehujanan, tapi kalau aku seneng kenapa enggak.
Di sepanjang perjalanan pulang dia cerita, dibilang cerita banyak tapi nggak
banyak banget, dibilang cerita sedikit juga nggak sedikit. Sedang sedang saja.
Nah, di perjalanan pulang ini, kita copot pasang jas hujan sampai berkali-kali.
Kita semacam diphp sama hujan. Hmm.
Finally, untuk yang ke-empat kalinya kita berteduh lagi
(hujannya deres bro). Kali ini kita neduh di emperan toko daerah seyegan *kalau
nggak salah, kalau nggak lupa*. Kita cuma celingak celinguk, kedinginan, basah,
udah kayak gembel. Karena tadi belum jadi makan, dan kebetulan samping toko
yang jadi tempat berteduh kita ini adalah warung bakso, yaudin kita makan
disana. Sebelumnya dia tanya sih, aku sukanya apa. Aku jawab bakso. Jadilah kita
makan di warung bakso. Tapi karena dia suka ayam, dia pesen mie ayam. Hmm.
Makan udah, kenyang udah, waktunya lanjutin perjalanan (udah
kayak traveler aja nih, transit berkali-kali). Nggak tau kenapa, kita semacam
kena zonk hari itu. Dari siang sampai sore kehujanan. View yang didapet juga
nggak semenakjubkan yang dibayangkan. Hmm. Nggak apalah, yang penting pernah
kesana. Biar nggak kudet-kudet amat gitu.
Oke, di perjalanan, kejadian yang sama keulang lagi. Dia
kebelet, dan aku pun juga kebelet. Kita muter-muter nyari pom nggak ketemu,
nyari masjid pun nggak ketemu. Akhirnya kita mampir disekolah, cuma buat
numpang ke kamar kecil. Lega bro, rasanya kayak nggak ada lagi tanggungan beban
#halah.
Langsung ke akhir cerita aja ya. Dia nganterin
aku. Walaupun bukan kerumah sih, tapi ke GOR yang lokasinya nggak jauh dari rumah aku.
Dia nunggu sampai jemputanku (mbak) dateng. Hehe. Lumayan lama sih, sekitar
30menit-an kita nunggu. Dan akhirnya dia datang. Pamitan deh kita, say goodbye
(dadaah) sambil melambaikan tangan kayak di acara Dunia Lain itu. Nggak lupa,
dia juga salaman sama mbak aku. Yaudah deh,
aku on the way kerumah, dia masih ngerapihin jas hujan yang mau
dipakainya, dan kita cuma saling lempar senyum sebelum kita sama-sama hilang
#halah.
Yak. Begitulah kira-kira cerita hari Minggu, 25 Januari
2015-ku. Walaupun agak zonk, yang penting hepi. Dan satu lagi, yang penting
bisa update status “OTW” dan “homey”. Terimakasih.